Selasa, 03 November 2015
BENTUK PENGUBURAN DI TORAJA
BENTUK PENGUBURAN DI TORAJA
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia.
Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai
Aluk To Dolo atau Alukta.
Kepercayaan Aluk to Dolo atau Alukta adalah kepercayaan terhadap arwah leluhur yang selalu berdasarkan kepada hubungan antara
yang hidup dan mati terutama kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari orang yang telah mati terhadap keberhasilan dan
kesejahteraan orang yang masih hidup, demikian pula sebaliknya keselamatan arwah di alam puyah sangat ditentukan oleh perlakuan
sesuai dengan aturan adat dari sanak-kerabat yang ditinggalkannya seperti berbagai pantangan dan ritual. Dalam kepercayaan aluk
to dolo, ada tiga unsur kekuatan yang manusia sembah. Ketiga unsur kekuatan yang disembah yaitu :
1. Puang Matua, yaitu unsur kekuatan yang paling tinggi sebagai pencipta dunia dan segala isinya. Puang Matua dapat memberikan keselamatan, kebahagiaan dan kekuatan kepada manusia sesuai dengan perbuatan manusia itu sendiri di dunia. Apabila mereka lalai mengadakan pemujaan maka akan dikutuk oleh Puang Matua dan demikian pula sebaliknya.
2. Deata-deata, yaitu dewa yang ditugaskan oleh Puang Matua untuk menjaga alam dan segala ciptaannya. Deata terbagi atas tiga, yaitu deata penguasa langit, deata penguasa bumi serta segala isinya dan deata penguasa alam bawah yaitu tanah, air dan laut.
3. Tomembali Puang, yaitu arwah leluhur yang diberikan tugas oleh Puang Matua untuk mengawasi gerak-gerik dan perbuatan manusia, sekaligus dapat memberikan keselamatan dan kesejahteraan manusia keturunannya.
Pembagian tiga unsur kekuatan yang harus disembah seperti tersebut di atas, nampaknya telah mendapat pengaruh dari unsur agama Hindu maupun agama monoteisme (Tangdilintin, 1980).
Dalam kepercayaan aluk to dolo ada dua upacara yaitu upacara rambu solo dan upacara rambu tuka. Upacara rambu solo ialah
upacara yang berhubungan dengan kematian atau kedukaan seperti upacara ma’nenek, upacara rapasan. Upacara rambu tuka ialah
upacara yang berhubungan dengan keselamatan dan kesejahteraan manusia di dunia fanah seperti upacara kelahiran, upacara panen,
upacara pernikahan. Dalam kepercayaan aluk to dolo yaitu suatu proses kesinambungan yaitu yang meninggal dianggap mengalami
perubahan wujud dan perpindahan dari alam fanah ke alam puyah (nirwana). Untuk mencapai keselamatan alam puyah (nirwana) dan
menjadi Tomembali Puang atau Deata maka di perlukan syarat-syarat seperti bekal berupa perlengkapan dan ritus-ritus yang
disertai dengan persembahan korban yang harus dilakukan oleh para kerabat yang ditinggalkan. Bekal dan jenis ritus sangat erat
kaitannya dengan status sosial pada masa hidupnya.
Sistem penguburan pada masyarakat toraja dalam kepercayaan aluk to dolo berlangsung dalam dua tahap yaitu tahap pertama yakni
penguburan bersifat sementara terutama keluarga yang ditinggalkan belum siap mengadakan upacara pengorbanan (upacara kematian).
Mayat dibalut dengan kain kemudian dimasukkan ke dalam wadah berupa peti mati yang terbuat dari kayu dan ditempatkan di atas
rumah (Tongkonan). Selama masa penguburan pertama tersebut mayat diperlakukan seperti orang yang masih hidup, karena masih
dianggap sebagai orang yang sementara sakit. Orang dianggap betul-betul telah mati apabila proses upacara kematian telah selesai
dilaksanakan. Tahap kedua yakni penguburan yang bersifat permanen yang dilakukan setelah selesainya proses upacara kematian
dilakukan oleh para keluarga yang ditinggalkannya. Mayat yang tinggal kerangkanya dibalut ulang kemudian dimasukkan ke dalam
peti mati yang disebut erong bersama-sama dengan berbagai benda-benda berharga yang dimiliki pada masa hidupnya dan ditempatkan
di pekuburan keluarga.
Adapun bentuk penguburan di toraja adalah :
1. Liang yaitu bentuk penguburan yang terdapat di goa yang sengaja di buat dengan cara di pahat pada dinding batu. Liang terdiri beberapa bentuk seperti liang silli, liang erong, liang to’kek, liang pa’.
2. Tangdan yaitu bentuk penguburan yang berbentuk rumah adat (tongkonan) yang biasanya terletak di atas puncak bukit atau tempat yang sengaja di tinggikan.
3. Patane yaitu bentuk penguburan yang berbentuk rumah adat (tongkonan) yang agak mirip dengan Tangdan cuman bedanya adalah dari bahannya, letaknya, fungsinya, peruntukannya, waktunya.
4. Passiliran yaitu bentuk penguburan pada pohon kayu khususnya bagi anak-anak yang meninggal sebelum tumbuh gigi. Pohon yang digunakan adalah sejenis pohon beringin yang mana mayat tersebut di letakkan di sela-sela akar atau pada batang pohon yang di lubangi kemudian mayat di masukkan kedalamnya dan di tutupi dengan serat ijuk.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar