enisuba
Selasa, 03 November 2015
BENTUK SASTRA TORAJA
BENTUK SASTRA TORAJA
Ragam karya sastra toraja menurut bentuknya yaitu londe (pantun), karume (teka-teki), puama (cerita), ullelean pare (cerita rakyat), kada-kada to’minaa (kata-kata to’minaa).
Londe (pantun) yaitu ntuk mengungkapkan pikiran atau pandangan tentang sesuatu hal,. Baik berupa ungkapan perasaan, memberikan ajaran, memberi nasehat, memberikan semangat. Bahkan kadang juga ungkapan lelucon atau jenaka.
Londe (pantun) disampaikan dengan intonasi tertentu dengan menggunakan bahasa sastra khas toraja. Susunan kata-kata Londe diwariskan secara turun- temurun sehingga dengan mudah dihafal dan di ungkapkan secara spontan oleh yang sering melakukan londe. Bahasa sastra yang digunakan adalah bahasa yang mudah dimengerti dan berkesan santai namun bersifat metaforik yang melambangkan hewan dan tumbuhan.
Contoh londe (pantun) yaitu
buda bu'ku lako lalan
bu'ku kaun undu-undu
budamotau napaundu sala
bunga bunga lamban lian
panden nabala salu
kumpangko mai
angku rande pala'ko
Mangkamo mangiru teng
Mangka dukamo mangiru kopi
Lino yate tae na sangapa makarorrong
Tae na susi tae komi inde iti
Allo rabo
Ma'pake batik
Salama kaboro
Buat cewe magarattak
Sulemo ma'lemba pare
Sule dukamo mekayu
Na minda mo ra dikka
unnasuanna bobo KU
Karume (teka- teki) yaitu mendorong daya pikir, mengasah otak, mendorong kreatifitas dalam membuat teka-teki baru serta
memperluas wawasan terutama tentang realitas disekitarnya.
Contoh karume (teka-teki) yaitu
Da’dua lopi misa’ri tau ungkendekki .jawabannya yaitu sandala’ atau sepatu.
Dibungka’ tang mekkondong , ditutu’ anna mekkondong jawabannya yaitu bolok.
Ditanan tangia tananan , diputu’ tangia putu’ jawabannya yaitu to mate.
Sare piona nene’ku tangdilambi didangkanni jawabannya yaitu lalan atau jalan.
Indo’lai’ to tallang metamba-tamba laboko jawabannya yaitu kaduaya atau burung gagak.
Kusaile anna marira kudi’pu’ anna manaran jawabannya yaitu talinga atau telinga.
Toena’ kunukkun jawabannya yaitu petimba uai atau timba air.
Puama (cerita) yaitu cerita orang toraja yang mengandung nilai-nilai dan pengalaman masa lalu.
Contoh puama (cerita) yaitu :
Toraja itu asalku
Toraja itu cuaca dingin dan sejuk.
Toraja itu mempunyai senjata khas namanya la'bo
Toraja itu makanan khas Pa’piong
Toraja itu minuman khas tuak dan kopi
Toraja itu mempunyai rumah khas tongkonan
Toraja itu memiliki kepercayaan aluk todolo
Toraja itu memiliki keunikan adat istiadat
Aku bangga jadi orang toraja.
cinta itu indah seindah aliran sungai sa'dan
cinta itu manis bagaikan gula orang duri
cinta pula terkadang masam semasam tuak dari batualu
cinta itu nikmat bagaikan bakso babi di alang-alang
cinta itu mahal seperti harga tedong bonga
cinta itu tetap setia seperti tanete dan buntu di batualu
cinta itu rapuh seperti peti mayat di pasa'bombo
cinta itu jernih sejernih air di buntu sinaji
cinta pula bisa rusak seperti jalan ke batualu sangalla
penaa massannang pedampi melo
penaa makarrak umbawa lalan tappak
penaa melo umbawa buda solata
penaa kassek umbawa penaa kadake
penaa masero umbawa kameloan
penaa kadake umbawa pasipuran
Ullelean pare (cerita rakyat) yaitu cerita yang di tuturkan untuk pengisi waktu senggang dalam keluarga untuk membangun
keakraban antara orang tua dengan anak dan sekaligus menjadi sarana pembinaan keluarga dengan nilai-nilai agama dan moral yang
dianggap perlu diwariskan kepada anak cucu kita.
Contoh ullelean pare (cerita rakyat) yaitu cerita Serre’ Datu, cerita LAKIPADADA, cerita SALUAN NENE’ DAO NAPO, cerita DANA’, cerita LEBONNA.
Kada-kada To’minaa (kata-kata to’minaa) yaitu rangkaian bahasa sastra Toraja yang biasa disampaikan oleh To’minaa dalam upacara adat Rambu Solo’ dan upacara adat Rambu Tuka’ di toraja.
Bahasa Tominaa berbeda dengan bahasa Toraja yang biasa digunakan oleh masyarakat toraja pada umumnya sebagai alat komunikasi sehari-hari. Kada-kada To’minaa disebut sebagai bahasa toraja tingkat tinggi karena kemampuan untuk menyampaikan bahasa ini hanya dimiliki oleh orang tertentu saja dan dalam penyampainnya tidak boleh menyimpang dari situasi atau acara adat yang sedang berlangsung.
Adapun kada-kada to’minaa dalam upacara rambu tuka terdiri atas ma’gelong, mangimbo, massomba, manglellenan, ma’ ulelle’. Dan kada-kada to’minaa dalam upacara rambu solo terdiri atas massangai, sumengo, ma’retteng, mangimbo, umbating.
BENTUK PENGUBURAN DI TORAJA
BENTUK PENGUBURAN DI TORAJA
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia.
Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai
Aluk To Dolo atau Alukta.
Kepercayaan Aluk to Dolo atau Alukta adalah kepercayaan terhadap arwah leluhur yang selalu berdasarkan kepada hubungan antara
yang hidup dan mati terutama kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari orang yang telah mati terhadap keberhasilan dan
kesejahteraan orang yang masih hidup, demikian pula sebaliknya keselamatan arwah di alam puyah sangat ditentukan oleh perlakuan
sesuai dengan aturan adat dari sanak-kerabat yang ditinggalkannya seperti berbagai pantangan dan ritual. Dalam kepercayaan aluk
to dolo, ada tiga unsur kekuatan yang manusia sembah. Ketiga unsur kekuatan yang disembah yaitu :
1. Puang Matua, yaitu unsur kekuatan yang paling tinggi sebagai pencipta dunia dan segala isinya. Puang Matua dapat memberikan keselamatan, kebahagiaan dan kekuatan kepada manusia sesuai dengan perbuatan manusia itu sendiri di dunia. Apabila mereka lalai mengadakan pemujaan maka akan dikutuk oleh Puang Matua dan demikian pula sebaliknya.
2. Deata-deata, yaitu dewa yang ditugaskan oleh Puang Matua untuk menjaga alam dan segala ciptaannya. Deata terbagi atas tiga, yaitu deata penguasa langit, deata penguasa bumi serta segala isinya dan deata penguasa alam bawah yaitu tanah, air dan laut.
3. Tomembali Puang, yaitu arwah leluhur yang diberikan tugas oleh Puang Matua untuk mengawasi gerak-gerik dan perbuatan manusia, sekaligus dapat memberikan keselamatan dan kesejahteraan manusia keturunannya.
Pembagian tiga unsur kekuatan yang harus disembah seperti tersebut di atas, nampaknya telah mendapat pengaruh dari unsur agama Hindu maupun agama monoteisme (Tangdilintin, 1980).
Dalam kepercayaan aluk to dolo ada dua upacara yaitu upacara rambu solo dan upacara rambu tuka. Upacara rambu solo ialah
upacara yang berhubungan dengan kematian atau kedukaan seperti upacara ma’nenek, upacara rapasan. Upacara rambu tuka ialah
upacara yang berhubungan dengan keselamatan dan kesejahteraan manusia di dunia fanah seperti upacara kelahiran, upacara panen,
upacara pernikahan. Dalam kepercayaan aluk to dolo yaitu suatu proses kesinambungan yaitu yang meninggal dianggap mengalami
perubahan wujud dan perpindahan dari alam fanah ke alam puyah (nirwana). Untuk mencapai keselamatan alam puyah (nirwana) dan
menjadi Tomembali Puang atau Deata maka di perlukan syarat-syarat seperti bekal berupa perlengkapan dan ritus-ritus yang
disertai dengan persembahan korban yang harus dilakukan oleh para kerabat yang ditinggalkan. Bekal dan jenis ritus sangat erat
kaitannya dengan status sosial pada masa hidupnya.
Sistem penguburan pada masyarakat toraja dalam kepercayaan aluk to dolo berlangsung dalam dua tahap yaitu tahap pertama yakni
penguburan bersifat sementara terutama keluarga yang ditinggalkan belum siap mengadakan upacara pengorbanan (upacara kematian).
Mayat dibalut dengan kain kemudian dimasukkan ke dalam wadah berupa peti mati yang terbuat dari kayu dan ditempatkan di atas
rumah (Tongkonan). Selama masa penguburan pertama tersebut mayat diperlakukan seperti orang yang masih hidup, karena masih
dianggap sebagai orang yang sementara sakit. Orang dianggap betul-betul telah mati apabila proses upacara kematian telah selesai
dilaksanakan. Tahap kedua yakni penguburan yang bersifat permanen yang dilakukan setelah selesainya proses upacara kematian
dilakukan oleh para keluarga yang ditinggalkannya. Mayat yang tinggal kerangkanya dibalut ulang kemudian dimasukkan ke dalam
peti mati yang disebut erong bersama-sama dengan berbagai benda-benda berharga yang dimiliki pada masa hidupnya dan ditempatkan
di pekuburan keluarga.
Adapun bentuk penguburan di toraja adalah :
1. Liang yaitu bentuk penguburan yang terdapat di goa yang sengaja di buat dengan cara di pahat pada dinding batu. Liang terdiri beberapa bentuk seperti liang silli, liang erong, liang to’kek, liang pa’.
2. Tangdan yaitu bentuk penguburan yang berbentuk rumah adat (tongkonan) yang biasanya terletak di atas puncak bukit atau tempat yang sengaja di tinggikan.
3. Patane yaitu bentuk penguburan yang berbentuk rumah adat (tongkonan) yang agak mirip dengan Tangdan cuman bedanya adalah dari bahannya, letaknya, fungsinya, peruntukannya, waktunya.
4. Passiliran yaitu bentuk penguburan pada pohon kayu khususnya bagi anak-anak yang meninggal sebelum tumbuh gigi. Pohon yang digunakan adalah sejenis pohon beringin yang mana mayat tersebut di letakkan di sela-sela akar atau pada batang pohon yang di lubangi kemudian mayat di masukkan kedalamnya dan di tutupi dengan serat ijuk.
Minggu, 01 November 2015
MINUMAN KHAS TORAJA
Masyarakat toraja adalah masyarakat yang mendiami pegunungan bagian utara Sulawesi selatan, Indonesia.
Masryarakat toraja ada yang menganut agama Kristen, islam dan kepercayaan tradisional yaitu kepercayaan aluk todolo
atau alukta.
Di setiap upacara rambu solo (upacara duka cita) dan upacara rambu tuka (upacara suka cita) pada masyarakat toraja
di suguhkan minuman khas toraja. Adapun minuman khas toraja yaitu tuak dan kopi.
1. Tuak
Tuak adalah sejenis minuman beralkohol yang merupakan fermentasi dari nira, beras dan
bahan minuman atau buah yang mengandung gula . Tuak adalah minuman yang mengandung
alkohol. Bahan baku yang dipakai adalah: beras atau cairan yang diambil dari tanaman seperti
nira pohon enau atau pohon nipah, atau mayang dari pohon mayang. Kadar alkohol tuak di
pasaran berbeda-beda bergantung daerah pembuatnya.
Masyarakat toraja sangat akrab dengan tuak yang mengandung alcohol ini. Tuak disajikan
hampir dalam setiap acara adat di tana toraja. Biasanya tuak di bawa oleh kerabat keluarga
yang mengadakan upacara seperti upacara rambu tuka dan upacara rambu solo di minum
bersama-sama dengan kerabat yang hadir dalam upacara tersebut.
Dalam keseharian masyarakat toraja, minum tuak dapat di peroleh dengan mudah. Setiap pasar
di wilayah toraja memiliki tempat minum kopi dalam los pasar yang di sebut galampang.
Galampang menyajikan masakan dan minuman khas toraja yang salah satunya tuak tersebut.
2. Kopi
Kekayaan alam yang di miliki Indonesia sudah terkenal di seantero dunia. Salah satu yang
terkenal dari Indonesia adalah produk kopinya yang cukup di kenal juga adalah jenis kopi toraja.
Jenis kopi ini merupakan jenis kopi yang dikenal di kalangan pecinta kopi. Jenis kopi toraja
merupakan kopi dengan kandungan asam rendah. Adapun jenis kopi yang terkenal dari kopi toraja adalah kopi sapan.
Jenis kopi ini adalah berasal dari daerah Sapan. Jenis biji kopi ini ditanam di daerah pegunungan yagn cukup tinggi.
Sapan adalah merupakan sebuah tempat kecil di Sulawesi yang merupakan nama tempat pengumpulan kopi yang ada di daerah
sekitarnya. Sedangkan Toraja adalah merupakan nama daerah pegunungan di Sulawesi, tempat tumbuhnya jenis tanaman kopi sapan
Ciri khas jenis kopi Toraja ini adalah dikenal memiliki aroma bau harum yang khas. Aroma wangi dari kopi ini langsung dapat
tercium saat kita membuka kemasan dari kopi Toraja ini. Yang menarik adalah rasa kopi ini memiliki perbedaan dengan jenis –jenis
kopi di Indonesia lainnya. Jenis kopi toraja memiliki dua jenis kopi yang berbeda yakni kopi toraja arabika dan kopi toraja
robusta. Proses pengolahan kedua kopi berbeda. Sehingga kualitas rasa kedua jenis kopi toraja ini enak dan nikmat.
Adapun proses penyeduhan kopi di Indonesia berbagai macam cara penyeduhannya. Kopi toraja juga di kemas dalam kantong plastik
dengan adanya industri kopi di toraja dapat berdampak positif yaitu menambah perekonomian Toraja dan juga membuka lapangan
kerja.
Lomba Menulis di Blog Toraja Goes To The World Cultural Heritage.
Pa'piong
Toraja adalah kota yang terletak di Pulau Sulawesi, tepatnya
di Sulawesi Selatan, di Toraja sangat terkenal dengan objek wisatanya. Adapun wisata toraja yaitu wisata budaya, wisata alam, wisata oleh-oleh khas, dan wisata kuliner. Wisata kuliner adalah perjalanan yang
memanfaatkan makanan serta suasana
lingkungannya sebagai objek tujuan wisatanya.
Salah satu wisata
kuliner yang bisa kita nikmati kalo ke toraja adalah pa’piong. Pa’piong adalah
masakan khas toraja.
Sejarah pa' piong sendiri berawal konon ketika
leluhur suku Toraja Pong Gaunti Kembong sedang terbang, dia melihat seorang
wanita yang sangat menawan didarat.
Pa'piong adalah salah satu masakan tradisional asal Toraja.
Masakan yang dimasukkan ke dalam bambu. Memang aneh tapi inilah ke unikan dari
masakan Toraja. Pa'piong biasanya berisi daging babi, daging ayam,
daging kerbau, daging ikan mas namun tidak dicampur satu dengan yang lain.
Daging dipotong ke dalam ukuran yang
lebih kecil sebelum dimasukkan ke dalam bambu.
Setelah seluruh potongan daging
telah siap, maka daging tadi dicampur dengan garam dan sayuran lalu diaduk.
Sayuran yang sering digunakan adalah daun mayana,atau utan bulunangko demikian
masyarakat toraja biasa menyebutnya. Alternatif lain adalah sayur buah nangka
muda yang dicacah kecil.
Apabila potongan daging dan sayuran
telah tercampur dengan baik, maka proses selanjutnya adalah mengisi
potongan-potongan bambu yang telah tersedia. Panjang bambunya kurang lebih satu
sampai satu setengah meter sesuai dengan ukuran ruas bambu, karena ruasnya yang
akan menjadi menjadi penahan masakannya. Sedangkan sisi ujungnya yang terbuka
disumbat dengan dedaunan seperti daun pisang.
Bambu-bambu yang telah terisi dengan
potongan daging pun dibariskan membujur di sepanjang tungku khusus. Cara
memasaknya, posisi bambu dibuat berdiri dengan kemiringan 30-40 derajat lalu
dibawah tungkunya dibuat api sepanjang barisan bambu tersebut. Proses memasak
Pa’piong ini berlangsung sekitar 30-40 menit. Selama memasak, sisi bambu yang
terkena api diputar beberapa kali agar seluruh bagian bambu terkena panas,
dengan demikian masakannya juga mendapat panas secara merata secara merata.
Lalu dibakar langsung diatas perapian. Perapian menggunakan sebuah kayu yang
agak sulit terbakar dibentangkan melintang yang kedua ujungnya di topang. Kayu
ini berfungsi untuk menyandarkan bambu-bambu tersebut.
Indikator kematangan pa’piong biasa
dilihat dari uap air yang keluar dari sisi atas bambu. Setelah masak, Pa’piong
didinginkan beberapa saat. Setelah itu, kulit bambu yang kehitaman karena
terkena api disayat terlebih dahulu untuk dibuang dan pa’piong pun sudah
siap di keluarkan isinya.
Langganan:
Postingan (Atom)